JAKARTA
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka pintu untuk membongkar
kasus dugaan korupsi proyek PLTA Asahan 3 yang merugikan negara Rp15,6
miliar. KPK akan bertindak segera setelah laporan dugaan korupsi itu
diterima.
Korupsi diduga terjadi dalam pembebasan lahan
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan -3 di Batumamak,
Kabupaten Toba Samosir.“KPK siap menyelidiki, jika memang ada indikasi
korupsi dan berkas-berkas yang ada bisa mengarahkan dan membuktikan
terjadinya korupsi,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, di Jakarta,
Selasa.
Menurutnya, jika kasus
tersebut masih ditangani pihak lain, maka kasus itu harus diselesaikan
terlebih dahulu. Setelah itu baru KPK bisa bertindak. “Jika kasus itu
masih ditangani pihak lain, sebaiknya diselesaikan dulu,”kata dia.
Dugaan korupsi muncul setelah ditemukan kejanggalan dalam upaya
pembebasan lahan yang menyabet hutan lindung. Kementerian Kehutanan
sampai saat ini belum pernah mengeluarkan izin untuk proyek tersebut.
Apalagi, hutan lindung bukan merupakan obyek yang diperjualbelikan.
Sementara itu, PLN menyatakan telah membayar ganti rugi kepada
masyarakat. Ini janggal karena izin tidak pernah diberikan, namun proyek
jalan terus. Itulah mengapa kalangan DPR meminta KPK untuk membongkar
indikasi korupsi di proyek pembangkit berkapasitas terpasang 2 x 87 MW
yang menelan investasi Rp 2,2 triliun itu.
Pekan lalu,
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah memanggil Panitia
Pembebasan Tanah (P2T) proyek PLTA Asahan-3 Batumamak, untuk dimintai
keterangan. Termasuk juga meminta keterangan dari sejumlah petugas Badan
Pertanahan Nasional (BPN) yang menjadi anggota P2T.
Polres
Tobasa juga telah meminta instansi terkait untuk memeriksa dugaan
penyimpangan tersebut. Penanganan kasus PLTA Asahan-3 itu dilakukan
karena adanya pengaduan yang diterima Polres Tobasa, yang kemudian
diteruskan kepada Kejati Sumut.
Menurut dia, Kejatisu telah
membentuk Tim untuk menangani dugaan kasus penjualan tanah yang
merugikan keuangan negara itu. Pembebasan lahan Proyek Asahan-3 seluas
18 hektare di Kecamatan Meranti Pohan Kabupaten Tobasa tersebut diduga
merugikan negara senilai Rp15,3 miliar. (dtk,Inilah)
Menurutnya, jika kasus tersebut masih ditangani pihak lain, maka kasus itu harus diselesaikan terlebih dahulu. Setelah itu baru KPK bisa bertindak. “Jika kasus itu masih ditangani pihak lain, sebaiknya diselesaikan dulu,”kata dia.
Dugaan korupsi muncul setelah ditemukan kejanggalan dalam upaya pembebasan lahan yang menyabet hutan lindung. Kementerian Kehutanan sampai saat ini belum pernah mengeluarkan izin untuk proyek tersebut. Apalagi, hutan lindung bukan merupakan obyek yang diperjualbelikan.
Sementara itu, PLN menyatakan telah membayar ganti rugi kepada masyarakat. Ini janggal karena izin tidak pernah diberikan, namun proyek jalan terus. Itulah mengapa kalangan DPR meminta KPK untuk membongkar indikasi korupsi di proyek pembangkit berkapasitas terpasang 2 x 87 MW yang menelan investasi Rp 2,2 triliun itu.
Pekan lalu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah memanggil Panitia Pembebasan Tanah (P2T) proyek PLTA Asahan-3 Batumamak, untuk dimintai keterangan. Termasuk juga meminta keterangan dari sejumlah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menjadi anggota P2T.
Polres Tobasa juga telah meminta instansi terkait untuk memeriksa dugaan penyimpangan tersebut. Penanganan kasus PLTA Asahan-3 itu dilakukan karena adanya pengaduan yang diterima Polres Tobasa, yang kemudian diteruskan kepada Kejati Sumut.
Menurut dia, Kejatisu telah membentuk Tim untuk menangani dugaan kasus penjualan tanah yang merugikan keuangan negara itu. Pembebasan lahan Proyek Asahan-3 seluas 18 hektare di Kecamatan Meranti Pohan Kabupaten Tobasa tersebut diduga merugikan negara senilai Rp15,3 miliar. (dtk,Inilah)
Posting Komentar
Blog Dofolow , Tapi Tolong jangan nyepam dan ada kata kata yang tidak baik